Makalah Ilmu Fiqih - Zakat

BAB 1
PENDAHULUAN 
1. LATAR BELAKANG
Islam adalah sebuah sistim yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.

Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Zakat berfungsi menjaga kepemilikan pribadi agar tidak keluar dari timbangan keadilan, dan menjaga jarak kesenjangan sosial yang menjadi biang utama terjadinya gejolak yang berakibat runtuhnya ukhuwah, tertikamnya kehormatan dan robeknya integritas bangsa.
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah mengenai rukun islam yang ketiga yaitu zakat. Zakat sendiri merupakan kewajiban bagi semua umat islam. Sedangkan jenis-jenis zakat ada banyak sekali yang nanti akan di jelaskan dalam makalah ini.
2. RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian Zakat ?
  2. Apasajakah macam-macam Zakat ?
  3. Siapa saja orang-orang yang berhak menerima Zakat ?
  4. Siapa saja orang-orang yang tidak berhak menerima Zakat ?
  5. Manajemen pengelolaan Zakat ?
  6. Apa hikmah dari Zakat ?
  7.  Apa saja syarat wajib zakat? 
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Zakat
Zakat secara bahasa, berarti nama’ berarti kesuburan thaharah berarti kesucian, barakah berarti keberkatan dan juga takziyah tathir yang artinya mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti ini. Pertama, dengan zakat di harapkan akan mendatangkan kesuburan pahala. Karenanya di namakanlah “harta yang di keluarkan itu” dengan zakat. Kedua, zakat merupakan suatu kenyataan jiwa yang suci dari kikir dan dosa.
Zakat secara istilah adalah harta tertentu yang wajib di keluarkan oleh orang yang beragama islan dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya.
Sedangkan Abu Hasan Al-Wahidi mengatakan bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya.
Dan Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan, bahwa lafadz zakat di ambil dari kata zakah, yang berarti nama’ = kesuburan dan penambahan. Harta yang di keluarkan disebut zakat, karena menjadi sebab bagi kesuburan harta.[1]
Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga yang hukumnya fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya.
Sesuai dengan Firman Allah Swt dalam surat At-taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
         “Ambilah harta mereka  (zakat) untuk membersihkan mereka dan menyucikan mereka”
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ )  فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ
“Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengutus Mu’adz ke negeri Yaman –ia meneruskan hadits itu– dan didalamnya (beliau bersabda): “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.[2]
 2. Macam-macam Zakat
Zakat di bagi menjadi dua macam :
  • Zakat Fitrah, yaitu zakat yang diwajibkan pada setiap akhir Ramadhan bagi setiap muslim dari bayi yang baru lahir sampai orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana yang telah di sebutkan dalam hadis berikut ini :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكاَةَالْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الناَّسِ صاَعاً مِنْ تَمْرٍ اَوْصَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ – رواه البخارى ومسلم. وفى البخارى وكان يُعْطُوْنَ قَبْلَ الفِطْرِ بِيَوْمٍ اَوْ يَوْ مَيْنِ.
Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Rasulullah Saw. Mewajibkan zakat fitri (berbuka) bulam Ramadhan sebanyak satu sa’ (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam hadis Bukhari di sebutkan “mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya”.
Syarat wajib zakat fitrah yaitu :
  1. Islam
  2. Menjumpai bagian dari bulan Ramadhan juga bagian dari bulan Syawal
  3. Memiliki kelebihan harta untuk persediaan makan keluarga pada siang dan malam idul fitri.

2. Zakat Mal, yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang atau perusahaan yang harus di berikan kepada orang-orang yang telah mencapai nishab dan dimiliki selama satu tahun. Yan wajib di keluarkan zakat diantaranya :
  • Hasil Perniagaan
Emas dan perak wajib di zakati apabila yang bersihnya cukup satu nisab.
  • Pertanian
Hasil pertanian, baik buah-buahan maupun umbi-umbian yang menjadi makanan pokok bagi manusia. Kewajiban zakat atas hasil pertanian ini terdapat dalam firman Allah al-baqoroh ayat 267 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيد
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji ( Q.S Al-Baqoroh :267)
Untuk zakat pertanian kewajiban mengeluarkan zakat itu adalah waktu panen.
  • Pertambangan
Barang tambang adalah rikas yang di temukan dalam keadaan barang jadi dan tidak memerlukan tenaga untuk mengolahnya. Dasar kewajiban zakat atas barang tambang itu ialah al baqoroh ayat 267.
  • Hasil Ternak
Jenis binatang ternak yang wajib di keluarkan zakatnya hanya unta, sapi, kerbau, kambing.
Adapun syarat bagi pemilik binatang yang wajib zakat tersebut adalah :
  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Milik yang sempurna
  4. Cukup satu nisab
  5. Sampai satu tahun lamanya
3. Orang-orang Yang Berhak Menerima Zakat
Sebagaimana dalam firman Allah at-Taubah ayat 60 :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Orang yang menerima zakat disebut mustahiq zakat, sedankan orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki. Adapun jumlah mustahiq zakat ada 8 kelompok sebagaimana yang telah di jelaskan dalam ayat di atas :
  1. Fakir, yaitu orang yang tak hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.
  2. Miskin, yaitu orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
  3. Amil, yaitu orang yang di tunjuk oleh negara untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. Sebagai petugas amil zakat, mereka berhak mendapat maksimal satuperdelapan bagian dari harta zakat.
  4. Mu’allaf, yaitu orang yang baru masuk islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
  5. Riqab, yaitu budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri dwngan cara membayar uang tebusan.
  6. Gharim, yaitu orang yang berhutang untuk kebutuhan yang halal, baik untuk diri sendiri atau kepentingan umat, sementara dia tidak sanggup membayarnya.
  7. Sabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah untuk membela islam di medan perang.
  8. Ibnu sabil, yaitu musafir yang kehabisan biaya di perjalanan.
4. Orang-orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat
  1. Orang kaya
  2. Hamba sahaya. Karena, ia masih mendapatkan nafkah atau tanggungan dari tuannya.
  3. Kelurga atau keturunan Rasulullah
Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat). (H.R. Muslim)
  1. Orang yang masih dalam tanggungan orang yang berzakat, misalnya anak dan istri, keduanya menjadi tanggungan ayah atau suami.
  2. Orang kafir.
5. Manajemen Pengelolaan Zakat
Istilah manajemen ini sulit didefinisikan karena dalam kenyataannya tidak ada definisi manajemen yang telah diterima secara universal. Manajemen dapat didefinisikan dengan berbagai rumusan tergantung kepada cara pandang si pembuat definisi.[3]
Amil (pengelola zakat) dibagi dalam dua seksi (kelompok), pemungut atau pemelihara dan pembag iatau pendistribusi. Tugas pemungut meliputi pendataan atau pemetaan muzakki, konsultasi penghitungannya (akuntansi), menjemput harta zakat, dan memeliharanya sementara proses pendistribusian. Seksi pembagian dan pendistribusian meliputi pengkajian dan pemetaan mustahik, kemungkinan variasi distribusi (konsumtifproduktif), dan pembinaan mustahiq agar meningkat kualitas kehidupan ekonominya. Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1227 H) sangat rinci dalam merumuskan struktur pengelola zakat (semacam SOP dalam manajemen modern) dan variasi kemungkinan pembagian zakat konsumstif-produktif.11 Ada sembilan tugas amil yang direkomendasikannya, yaitu sa’i, katib, qasim, hasyir, ’arif, hasib, hafiz, jundi,jabi, dan lain-lain (bila diperlukan tambahan sesuai dengan tugas-tugasnya).
Adapun Persyaratan Pengelola Zakat, Yusuf al-Qardawi, dengan mengutip berbagai sumber, menetapkan delapan syarat pengelola zakat  yaitu:[4]
  1. Muslim
  2. Mukallaf (dewasa dan cerdas)
  3. Jujur (amanah)
  4. Memahami hukum-hukum zakat
  5. Mampu melaksanakan tugas
  6. Oleh karena amil akan menerima bagian zakat, maka sebagian ulama tidak membolehkan berasal dari keluarga Nabi (Bani Hasyim). Akan tetapi, sebagianulama, seperti Syafi’i dan Ahmad membolehkan amil diangkat dari Bani Hasyim dengan catatan dia hanya menerima upah sebagai pengelola, bukan bagian zakat.
  7. Berdasar hadis Abu Bakrah tentang kepemimpinan laki-laki, sebagian ulama berpendapat bahwa amil dipersyaratkan laki-laki. Akan tetapi, makna hadis tersebut masih terbuka untuk ditafsirkan berbeda dan kasuistik. Oleh karena itu. Dipersyaratkan juga amil berasal dari orang yang merdeka, bukan budak.[5]
Dalam pengelolaan zakat juga terdapat berbagai macam etika, Pengelola zakat adalah profesi yang terhormat sehingga dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pengelola memiliki panduan etika sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. Etika dimaksud bukan sekedar pelaksanaan hukum-hukum fikih yang lebih bersifat pelaksanaan aturan formal, tetapi etika mengajarkan sesuatu yang sebaiknya, yang lebih aula, dan yang lebih beradab, dengan tujuan tercapainya pelaksanaan zakat sebagai ibadah ritual sekaligus sosial.
  1. Pemungut zakat mendoakan kepada pembayar zakat dengan do’a rahmat dan barakath (salawat).
  2. Pengelola zakat adalah orang yang amanah, tsiqah, ’afif, dan nasih.
  3. Pengelola zakat ditugaskan secara khusus hanya untuk mengurus zakat. Abu Yusuf memberi nasihat kepada Harun Ar-Rasyid agar petugas zakat jangan memiliki rangkap jabatan, meski dengan jabatan yang berurusan dengan masalah pungutan, seperti petugas pajak (’ummal az-zakat).
  4. Pengelola zakat adalah profesi yang mulia. Rasulullah menegaskan bahwa orang yang bekerja untuk mengumpulkan sama dengan
  5. Dalam memungut zakat, petugas harus bersikap lemah lembut. Rasulullah memerintahkan agar bersikap lemah lembut dalam bernegosiasi memungut zakat, jangan mengambil zakat, terutama bagi pemilik harta zakat yang belum mengerti dengan baik makna zakat, kecuali yang mereka serahkan.[6]
6. Hikmah dan Manfaat Zakat
  1. Dari segi agama
  2. Dengan berzakat berarti telah menjelankan salah satau dari rukun islam yang mengantarkan seorang hamba pada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
  3. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqqarub (mendekatkan diri) kepada Rabb-Nya.
  4. Pembayar zakat akan mendapatkan pahalah yang besar yang berlipat ganda. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (Q.S. Al-Baqoroh :276)
  5. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah di sabdakan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
  6. Dari segi akhlaq
  7. Menanamkan sifat kemuliyaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
  8. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat ramahn(belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
  9. Merupakan realitas bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat. Baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslim akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang di cintai dan di hormati, sesuai tingkat pengorbanannya.
  10. Darin segi sosial kemasyarakatan
  11. Zakat merupakan untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagai besar negara di dunia.
  12. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslim dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
  13. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial. Dendan dan rasa jengkel yang ada dalam dada fakir miskin.
  14. Zakat akan memicu pertumbuhan ekonomi pelakunya, dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
  15. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena di belanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.[7]
7. Syarat Wajib Zakat
Syarat wajib zakat meliputi :
  1. Merdeka
Pada dasarnya menurut jumhur ulama, zakat di wajibkan atas tuan karena dialah yang memilih hartahambanya dan zakat pula tidak wajib atas hamba sahaya, karena hamba sahaya tida memiliki hak milik.
  1. Islam
Karena menurut ijma’ zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan ibadah maghdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.
  1. Baligh dan Berakal
Karena zakat tidak waji di ambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib dalam mengerjakan ibadah.
  1. Harta yang di keluarkan adalah harta yang wajib di zakati.
  2. Harta yang di zakati telah mencapai nisab yang di tentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkan zakat.
  3. Harta yang di zakati adalah milik penuh.
  4. Kepemilikan harta telah mencapai satu tahun, menurut hitungan tahun qomariyah. Pendapat ini di dasarkan pada hadis nabi saw yang artinya : Tidak adazakat dalam suatu harta sampai umur kepemilikannya mencapai setahun.
  5. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil hutang.[8]
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Zakat secara bahasa, berarti nama’ berarti kesuburan thaharah berarti kesucian, barakah berarti keberkatan dan juga takziyah tathir yang artinya mensucikan. Zakat secara istilah adalah harta tertentu yang wajib di keluarkan oleh orang yang beragama islan dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya.
Abu Hasan Al-Wahidi mengatakan bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya, serta menyuburkannya.
Abu Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan, bahwa lafadz zakat di ambil dari kata zakah, yang berarti nama’ = kesuburan dan penambahan. Harta yang di keluarkan disebut zakat, karena menjadi sebab bagi kesuburan harta.
Macam-macam zakat yaitu zakat fitra dan zakat mal, adapun orang-orang yang berhak menerimanya yaitu, fakir, miskin,amil,muallaf, riqab, gharim, sabilillah, ibnu sabil. Dan adapun yang tidak berhak menerimanya yaitu, orang kaya, hamba sahaya, orang-orang keturunan Rasulullah, Orang yang masih dalam tanggungan orang yang berzakat, misalnya anak dan istri, keduanya menjadi tanggungan ayah atau suami, Orang kafir.
Adapun Persyaratan Pengelola Zakat, Yusuf al-Qardawi, dengan mengutip berbagai sumber, menetapkan delapan syarat pengelola zakat  yaitu:[9]
  1. Muslim
  2. Mukallaf (dewasa dan cerdas)
  3. Jujur (amanah)
  4. Memahami hukum-hukum zakat
  5. Mampu melaksanakan tugas
  6. Oleh karena amil akan menerima bagian zakat, maka sebagian ulama tidak membolehkan berasal dari keluarga Nabi (Bani Hasyim). Akan tetapi, sebagianulama, seperti Syafi’i dan Ahmad membolehkan amil diangkat dari Bani Hasyim dengan catatan dia hanya menerima upah sebagai pengelola, bukan bagian zakat.
  7. Berdasar hadis Abu Bakrah tentang kepemimpinan laki-laki, sebagian ulama berpendapat bahwa amil dipersyaratkan laki-laki. Akan tetapi, makna hadis tersebut masih terbuka untuk ditafsirkan berbeda dan kasuistik. Oleh karena itu. Dipersyaratkan juga amil berasal dari orang yang merdeka, bukan budak.
Ada beberapa manfaat dan hikmah dari berzakat yaitu dari segi agama, akhlaq, kemasyarakatan sosial, dan syarat wajib zakat yaitu merdeka, islam, baligh dan berakal, harta yang wajib di zakati harus mencapai satu nisab, harta yang di zakati milik penuh.
  1. Kritik dan saran
Demikian makalah sederhana ini kami susun, kami selaku tim penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk menunjang pengetahuan . apabila ada kata-kata yang sulit dipahami dan salah, kami mohon maaf.
Kami mohon  kritik dan saran untuk kemajuan penulisan makalah-makalah selnjutnya. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shidiqi M Hasbi,Pedoman Zakat,2009, Semarang : Pustaka Rizki Putra
Rasjid Sulaiman, Fiqih Islam,2013, Jakarta : Sinar Baru Algensindo
Al-zuhayly Wahbah,Zakat Kajian Berbagai Madzhab, 2005, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Efendy, E, Manajemen, 1986, Jakarta: Bhratara Karya Aksara
Al-Qardawi Yusuf, Fiqh az-Zakat Juz II, 1991, Beirut: Mu’assasat ar-Risalat
Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Basri al-Bagdadi al-Mawardi, Kitab al-Ahkam as-Sultaniyyah Beirut: Dar al-Fikr
Yusuf Abu, Kitab al-Kharaj,1979, Beirut: Dar al-Ma’rifah

Footnote
[1] M Hasbi ash-shidiqi,Pedoman Zakat, (Semarang : Pustaka Rizki Putra,2009) hlm.3
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, ( Jakarta : Sinar Baru Algensindo,2013) hlm. 192-193
[3] Efendy, E, M., Manajemen (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1986) hlm.20
[4] Yusuf al-Qardawi, Fiqh az-Zakat Juz II (Beirut: Mu’assasat ar-Risalat, 1991) hlm 586 – 589
[5] Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Basri al-Bagdadi al-Mawardi, Kitab al-Ahkam as-Sultaniyyah (Beirut: Dar al-Fikr) hlm.120
[6] Abu Yusuf, Kitab al-Kharaj (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979), hlm. 83

[7] Ibid, hlm.254-259
[8] Wahbah Al-zuhayly,Zakat Kajian Berbagai Madzhab, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 98-114
[9] Yusuf al-Qardawi, Fiqh az-Zakat Juz II (Beirut: Mu’assasat ar-Risalat, 1991) hlm 586 – 589

Komentar

Postingan Populer